Cinderella… Cinderella… (part 1 of 2)

Cinderella

(A         l           t           e          r           –           s         t           o          r           Y)

http://3.bp.blogspot.com/_Rv42rMcr54s/TMUitDrFDMI/AAAAAAAAAdU/J3we09UdiUQ/s1600/glass_shoes2.jpg

“…Akhirnya sang pangeran menemukan wanita misterius yang ia cari-cari, walau sang pangeran sedikit terkejut karena melihat wanita cantik yang mencuri hatinya itu, sedikit berbeda seperti yang ia temui di pesta dansa beberapa hari sebelumnya. Sang putri terlihat lusuh dengan pakaian yang dikenakannya tapi tetap merona kecantikannya,  Tapi itu tidak menjadi masalah bagi sang pangeran, karena sang wanita yang bernama Cinderella memiliki kaki yang sesuai dengan sepatu kaca yang dibawa oleh pangeran.

Sesuai dengan sumpah yang diucapkannya sang pangeran pun membawa Cinderella ke istananya dan mempersunting Cinderella untuk dijadikan permaisuri di istananya. Hal itu pun disetujui oleh orang tua sang pangeran yaitu sang raja dan ratu dari kerajaan tersebut. Dan akhirnya kedua sejoli itupun menikah dan hidup bahagia. –tamat”

“Loh ? hanya begitu saja ?” tanya seorang pembaca.

“kalau cuma segitu sih, semua orang juga tahu akhir cerita cinderella” celetuk pembaca lainnya yang merasa tidak puas dengan cerita yang dihadirkan pendongeng.

Pembaca yang lainpun berteriak meneriakan hal serupa.

“Tenang… saudara-saudara, bukankah happy ending itu yang selalu diinginkan setiap orang ?” kata pendongeng berusaha membujuk khalayak supaya tenang.

“kami sudah bosan, buat apa kami membayar sebuah dongeng bila kami sudah pernah mendengarnya ratusan bahkan ribuan kali dalam hidup kami ?” teriak seorang pembaca yang cukup berumur.

“lalu apa yang anda sekalian inginkan ? saya tidak ingin merubah gagasan awal cerita. Ya bila kisah cinderella, tentunya ia akan berakhir bahagia, bukankah begitu ?” Tanya pendongeng

“kami tidak butuh gagasan awal macam begitu ! kami butuh sesuatu yang baru yang orang lain tidak pernah mendengarnya dibelahan bumi manapun !!” sambil melempari sang pendongeng dengan telur busuk.

Akhirnya para pembaca yang tidak puas pun mulai bertindak anarkis, ada yang menyobek-nyobek buku tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah, ada yang sengaja menumpuk buku dongeng Cinderella tersebut di suatu lapangan dan membakarnya secara massal bahkan ada yang menjadikannya sebagai pengganti tisu toilet untuk menyeka kotoran dari pantat yang bernanah.

Sang pendongeng pun panik melihat bukunya dibakar dan dinistakan sedemikian rupa. Ia pun mulai berpikir sambil membersihkan dahinya yang terkena lemparan telur busuk, yang akibatnya tercium bau busuk dari sang pendongeng tersebut.

“saudara-saudara, mohon hentikan tindakan kalian, eh..eh…eh itu buku saya waduh pas bagian foto gue lagi sebagai penulis, tolong jangan dipake untuk membersihkan kloset, hey..hey !! itu buku saya jangan disobek-sobek untuk menghajar kecoa waduh tidak berperikebukuan itu. Gagasan awal cerita tak bisa di rubah !! klo gitu ya harus gitu !!” jerit pendongeng dengan panik melihat para pembaca mulai bertindak anarkis.

“Shhheeeeeeeet…..BUGG !!!” tampak sebilah bambu runcing berkelebat menyerempet bahu sang pendongeng disusul dengan sebuah blok batu bata yang menghantam kepala pendongeng sehingga sang pendongeng pun jatuh tersungkur dengan darah yang mengalir deras dari dalam tubuhnya di tengah-tengah kericuhan atas ketidakpuasan sebuah dongeng.

“walah..walah…nasib sial apa yang menimpaku ya tuhan ?” adu sang pendongeng.

Di tengah-tengah kesakitannya ia berpikir hingga ia lupa segalanya, dan tercapailah sebuah kesimpulan mungkin pembaca bosan dengan gagasan awal yang dihadirkan, buktinya dulu orang berpikir bahwa kisah-kisah semacam Cinderella haruslah berakhir bahagia tetapi sepertinya yang seperti itu sudah menjadi barang loakan atau cerita klasik. ya istilahnya seperti kursi dirumah mereka yang sudah usang, dulu mungkin masyarakat senang dibohongi dan diming-imingi dengan cerita yang berakhir bahagia, tapi zaman kan sudah lain, masyarakat sudah kritis sekarang.

Dengan susah payah sang pendongeng pun meraih kesadarannya, dengan pakaian yang sudah bersimbah darah dan pandangan yang mulai kabur ia berusaha memperhatikan sekitar yang makin ricuh, rupanya sang pendongeng telah hilang kesadarannya selama beberapa hari, ia makin terkejut ternyata kakinya sudah di ikat dengan rantai dan akan diseret dengan sebuah sepeda motor.

“Ayo lumuri dia dengan minyak lalu bakar dan seret hidup-hidup, kita tak butuh seorang pendongeng kuno !!” teriak salah seorang pembaca yang memang mengalami kelainan psikis.

“saudara-saudara ku sekalian yang budiman, baiklah saya akan coba memberikan sesuatu yang mungkin baru bagi kalian semua, bagaimana kalau kita lanjutkan saja dengan  cerita baru mengenai Cinderella, beri saya kesempatan !”

“tidak ! ayo kita habisi saja lalu tinggalkan mayatnya begitu saja. Layaknya cerita yang membosankan” teriak pembaca awam.

“tunggu, beri saya satu kesempatan sekali saja…setelah itu saya akan berhenti sebagai pendongeng” ujar pendongeng memohon.

“baik, biarkan dia bercerita. Kita simak bersama apa saja yang akan dia ceritakan” tutur seorang pembaca yang bijak. Rupanya pembaca yang satu ini suaranya cukup didengar oleh pembaca yang lainnya mungkin dia adalah seorang pemuka adat atau seorang yang punya pengaruh.

“tapi sebelumnya izinkan saya untuk meminta agar segala ikatan ini dilepaskan, merubah gagasan awal layaknya seperti merubah ideologi, tak dapat dengan mudah begitu saja, tapi akan saya coba” pinta sang pendongeng dengan wajah yang menahan kesakitan.

Akhirnya semua pembaca setuju untuk melepaskan semua ikatan pada sang pendongeng tersebut, kini sang pendongeng pun dibiarkan bebas dan mulai menuturkan ceritanya. Sebuah kisah yang tidak pernah diceritakan kepada siapapun dan ditutup rapat-rapat dalam kegelapan khazanah dongeng di dunia.